DALAM GUA ADULAM / Renungan
DALAM GUA ADULAM
Hari
kemarin saya membaca bab selanjutnya dari buku yang berjudul “Jika anda ingin berjalan di atas air,
Keluarlah dari perahu”. Buku tersebut membahas dengan jelas bagaimana cara
kita meresponi panggilan dan kegagalan. Saya sangat bersyukur kepada teman saya
yang memberikan buku ini untuk saya baca.
Saya tahu bahwa itulah cara Tuhan berbicara atas hidup saya melalui buku
tersebut.
Apa
itu kegagalan ? semua orang dalam hidupnya tentu pernah mengalami pengalaman
yang sangat menyakitkan itu. Rasa gagal terbesar saya ketika saya mulai kuliah,
semua kejayaan dan pengakuan serta pujian dari orang-orang serta guru-guru saya
lenyap seketika. Semua karena saya tidak dapat menghandel suatu perubahan yang
terjadi secara tiba-tiba. Semasa sekolah saya sering mendapat pujian dan
pengakuan dari banyak orang, bahkan saya sering dikatakan “anak yang pintar”
serta banyak dukungan. Semua itu berubah drastis menjadi tak ada harapan, semangat,
dukungan, bahkan pujian karena kegagalan yang tercipta. Rasa minder dan
tertolak yang luar biasa membuat saya pada semester-semester awal menjadi orang
yang sangat sulit bergaul, terutama dengan orang-orang baru. Untuk membangun
suatu hubungan sangatlah sulit karena hilangnya kepercayaan diri.
Seiring
berjalannya waktu, saya tetap kuliah, mengerjakan tugas dengan baik, sambil
memikul suatu pikulan kegagalan di bahu. Bahkan saya bisa berubah nama menjadi “gagal” ketika saya
melangkahkan kaki di kawasan kampus. Itu menjadi suatu moment yang paling
menakutkan bagi saya. Tidak ada satupun keberanian dalam diri saya untuk keluar
dari ketakutan itu. Bergabung dengan organisasi mahasiswa dikampus pun bagi saya itu sesuatu yang
paling mustahil terjadi. Saya merasa ada
satu spirit yang luar biasa menekan saya untuk tidak dapat melakukan apa-apa,
itulah spirit ketakutan dan intimidasi.
Namun
ada satu hal yang aneh dengan saya. Berbeda jika saya berada di luar kawasan
kampus. Dua hal terbesar yang saya lakukan selama tinggal di Surabaya adalah
kuliah dan pelayanan. Ketika saya di luar dunia kuliah saya merasa mejadi
seorang pribadi yang luar biasa, berapi-api melayani Tuhan, serta memilki iman
yang teguh. Bahkan dengan mudahnya saya bisa berdiri di depan altar untuk
memimpin suatu pujian. Saya merasa menemukan diri saya disana. Bahkan bisa
dikatakan saya menjadikan pelayanan diatas segala-galanya. Saya dilahirkan dari
suatu komunitas api yang mempunyai belas-kasihan yang besar bagi bangsa, serta
memiliki integritas dan karakter Kristus. Bayar harga adalah identitasnya. Saya
akan dengan senang hati melakukannya. Namun semua itu tidak mampu saya masukan
ketika saya memasuki area kampus. Tuhan yang besar dan semuanya saya tanggalkan
diluar pagar kampus. Dan melangkah dengan
mengikat pinggang ketakutan dan
beridentitas kegagalan. Inilah suatu kepincangan dalam hidup saya.
Tetapi
begitu besarnya Kasih Allah pada saya, Dia sangat mengasihi saya, dan tidak
pernah meninggalkan saya. Dalam
kepincangan itu saya dapat berjalan sampai hari ini. Dalam perjalanan itu tak sedikit saya terjatuh
dan terluka tetapi selalu ada tangan yang terulur pada saya, mengangkat saya
kembali dan kembali berjalan. Sampai pada suatu masa dalam hidup saya, bagian
kaki saya yang pincang mulai diluruskan Allah dengan caranya yang ajaib. Saya berkata itu terlalu ajaib
karena Dia melatih saya melewatinya. Banyak hal yang mulai diluruskan satu per
satu dan itu bukanlah suatu yang mengenakkan. Diperlukan suatu kerendahan hati
dan ketaatan yang penuh padaNya. Hingga hari ini saya sudah semester 9, Dia
tidak berhenti melatih saya setiap waktu. Di masa-masa terakhir saya di farmasi
begitu banyak kesulitan-kesulitan yang saya temui. Hampir saja saya ingin
berlari dan menanggalkan beban itu. Terlalu berat sehingga saya tidak mampu
memikulnya. Saat itu ada sesuatu yang berbicara dalam hati saya, dan saya tahu
itu adalah Roh Kudus. Dia berkata “pikullah
sampai kalvari, sama seperti yang Yesus lakukan, kamu juga melakukannya”.
Itu membuat saya kembali percaya dan berjalan. Bahkan sampai hari ini dalam
kemustahilan saya, saya dapat berkata : “Tuhan,
Engkaulah harapan dalam ketidakmustahilanku, Engkaulah terangku dalam malamku”. Dan saya mengerti Dia melatih saya dan tidak
pernah selesai membentuk saya.
Hari
ini saya benar-benar tidak mengerti mengapa keadaan-keadaan ini sering
mendatangi saya. Disaat orang lain berhasil tepat waktu, disaat mereka dapat
meraih IPK yang maksimal, disaat mereka sudah mendapatkan pekerjaan, disaat
masa depan mereka seakan-akan begitu cerah, disaat semua mereka dapat raih
dengan mudahnya dan menjadi kebanggaan banyak orang. Saya tetap berkata: “ masa
depanku ditangan Tuhan, Dia yang mengatur segalanya, akan menjadi indah pada
waktunya”.
Ketika
kita diatas puncak, akan sangat mudah untuk kita mengangkat tangan dan berkata
“Tuhan, aku percaya padaMu”. Tetapi saat di dalam lembah, saat kita menuruni
kekelaman dan tak ada satupun cahaya yang menyinari langkah kita, dan kita
berada dibagian bumi yang paling bawah, titik terendah dalam hidup kita,
Dapatkah kita berkata “Tuhan, Aku tidak takut karena Engkau besertaku”. Seperti
ketika Daud menuruni lembah dalam hidupnya. Daud menulis mazmur 23 : 4 “Sekalipun aku berjalan dalam lembah
kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan
tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku”. Saat seperti itulah Tuhan sedang
melatih iman kita dan memperbesar kapasitas hati kita. Dalam surat Paulus
kepada jemaat di Roma pasal 8 : 28 “kita
tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.
Dalam
Yeremia 29 : 11 berkata : “Sebab Aku ini
mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah
firman TUHAN, yaitu rancangan dami sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”.
Saat
janji Tuhan seakan-akan tidak pernah terjadi. Bahkan kegagalan- kegagalan yang
sering terjadi. Semua keadaan terjadi tidak seperti yang kita harapkan. Ini
waktunya tinggal dalam gua adulam. Tuhan sedang mendidik kita dengan keras, mempersiapkan
karakter kita sebelum keluar dari gua. Seperti Daud yang lari dikejar-kejar
Saul. Semua yang dia miliki lenyap seketika. Kejayaannya mengalahkan goliat,
serta pekerjaannya sebagai prajurit dan seorang pemain musik. Tetapi dalam goa
adulam Daud tetap berseru, memuji, bermazmur bagi Tuhan dan hatinya melekat
kepada Allah.
Dalam segala ketakutan, kemustahilan, apapun itu marilah kita belajar bergantung pada kekuatan Allah yang besar.
__
Kita harusnya tidak malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
__
Biarlah setiap kita akan selalu berkata : “Tuhan Engkaulah segalanya bagiku, apapun yang terjadi dalam kondisi
seperti apapun, aku tetap percaya pada janjiMu, ”.
Untuk menutup tulisan ini, dalam masa-masa sulit sewaktu kuliah saya menulis sebuah lagu yang sangat merhema dan menguatkan saya
KEMENANGANKU
Kaulah terangku, didalam malamku
Kaulah harapan, didalam kesuramanku
Skarang ku datang di kakiMu
Ku cari wajahMu
Reff :
Ku sembah Kau
Kemenanganku di dalam Mu
Ku sembah Kau
KekuatanKu, bersamaMu
Bridge :
Ku percaya janjiMu
Ku percaya rancanganMu
Ku percaya semuanya kan Indah pada waktuNya
Pada Waktunya ..... Reff
Written
by
Vonneth Glorya S
(Surabaya, 09 Agustus 2017)
Komentar
Posting Komentar